Judul : The Révèter
Penulis : Frida Kurniawati (@kimfricung)
Penerbit : Elf Books
Terbit : Mei 2013
Tebal : 236 halaman
Harga : Rp40.000,00
“Révèter? Mengelola mimpi? Yang benar
saja!
Awalnya Hydra tidak percaya saat Radon
dan Calsina memberi-tahu tentang jati dirinya. Tetapi ketika mengingat
kepergian kakek dan neneknya yang misterius, mau tak mau, Hydra percaya juga.
Namun, Hydra ternyata buka Révèter biasa.
Sebagai keturunan ke-2562 leluhur Révèter, Hydra mewarisi sebuah kalung yang
di-sebut Convoera.
Akankah permusuhan antara pengikut Auri
dan Argento akan terhenti? Sementara tidak semua pihak menginginkan per-damaian
tersebut.
Semua tergantung pada usaha Hydra untuk
menemukan pemilik pasangan kalung Convoera sebagai syarat perdamaian.”
***!!! SPOILER ALERT !!!***
Cerita berawal ketika seorang
gadis remaja bernama Hydra terbangun di pagi Natal setelah bermimpi aneh di sebuah
Hutan Pinus. Kemudian Hydra mendapati kaus kaki Natalnya berisi sebuah runjung
pinus. Hari Natal itu menjadi hari yang mengejutkan baginya. Setelah memberi
kado kepada Hydra dan Oxy, adiknya, Kakek dan Nenek Hydra mendadak lenyap.
“Hydra hanya membelalak dengan
mulut menganga, memandangi kepala Kakek dan Nenek mulai meleleh, tersisa rambut
abu-abu mereka yang tertutup topi rajut, hingga menghilang sepenuhnya.” - hal. 20
Sejak hari itu, pandangan Hydra
mengenai mimpi, asal-usul, dan keluarganya mulai berubah. Melalui runjung pinus
tersebut, Kalung (hadiah Natal yang ia dapat), dan buku (hadiah Natal yang
diberikan kepada Oxy), Hydra mengetahui kemungkinan bahwa dirinya adalah
seorang Révèter. Kemungkinan itu berubah menjadi kepastian ketika dua orang
kakak beradik menculiknya saat dia pulang sekolah.
Di tempat lain, seorang laki-laki
remaja tertidur di kelas saat pelajaran Sejarah berlangsung. Sebagai
hukumannya, Zinco harus membuat karya ilmiah tentang legenda The Révèter yang
bersumber dari sebuah buku tua. Tugas itu membawanya pada kenyataan bahwa
hidupnya berkaitan dengan legenda itu. Bagaimana tidak? Kalung liontin milik
Zinco menjadi sebuah barang yang amat penting dalam legenda para Révèter
tersebut. Bersama temannya yang maniak Sejarah, Tory, Zinco pun mulai mencari
tahu lebih banyak tentang sejarah The Révèter dan Kalung Convoera—Kalung Pemanggil
miliknya.
“Menurut buku ini, 8000 tahun
silam, hanya ada dua orang yang memilikinya, yaitu leluhur para Révèter. Mereka
adalah Argento dan Auri, dua orang kakak beradik yang memiliki kemampuan
mengelola mimpi—“ - hal. 28
Saat membaca blurb buku ini, yang
terlintas di otakku adalah Lucid Dream. Yah, Lucid Dream adalah ketika kita
sadar dalam mimpi. Eh? Bagaimana ya jelasinnya? Lucid Dream itu ketika kita
sadar kalau kita sedang ada di dunia mimpi dan kita punya kuasa penuh atas
mimpi kita saat itu. Wah, pasti senang ya. Kita bisa melakukan apa saja dan
pergi kemana saja sesuka hati kita. Tapi kekurangannya, itu cuma di dunia
mimpi! (*sakiiit). Cara agar kita mengalami LD ketika tidur sih bisa disengaja
maupun tidak disengaja. Aku sudah beberapa kali mencoba dengan sengaja tapi
jarang berhasil >,<. Eh, tapi LD bisa masuk ke mimpi orang lain tidak ya?
Seperti Spongebob yang masuk ke mimpi Squidward.
Oleh karena itu, aku jadi
semangat untuk membaca The Révèter, apalagi genre-nya
Fantasi dengan sedikit romance.
Idenya menarik. Penulis menggunakan sudut pandang dari beberapa tokoh.
Entahlah, sejak aku mengikuti seri The Heroes of Olympus, aku jadi suka sama
sudut pandang model beginian. Secara morfologi (?), menurutku sudah bagus. Rapi
dan jenis font-nya tidak membuat mataku juling. Gambar covernya juga menarik, bahkan
ada temanku cewek yang menyebutnya “unyu”. Ukurannya yang minimalis membuatku
tidak ragu untuk menentengnya kemana-mana (Lalu ingat masa lalu ketika aku
membawa The House of Hades ke sekolah dan orang-orang melirikku tajam
>,<).
Penulis merangkaikan
kalimat-kalimatnya dengan apik. Deskripsinya juga indah. Meskipun ada beberapa
kalimat yang panjang dan agak njilmet.
“Ia memandang wajah kakaknya, yang
memang seperti yang Radon katakan tadi ketika mengantarnya masuk ke kamar,
yaitu bahwa wajahnya sama sekali tak menampakkan kedamaian layaknya orang yang
sedang tidur pulas.” - hal. 162.
Kalau kakaku bilang bahasa di
novel ini seperti novel terjemahan. But it was fine for me. Oh, mungkinkah itu
karena aku sudah terbiasa membaca novel terjemahan?
Di blurb novel tersebut tertulis “...Semua tergantung pada usaha Hydra untuk menemukan
pemilik pasangan kalung convoera sebagai syarat perdamaian.” Tetapi
nyatanya peran Hydra dalam penemuan pemilik pasangan kalung tersebut sangat
minim. Bukan Hydra yang menemukan malah. Karakter Hydra juga terlalu percaya
kepada orang lain. Oh, bisa-bisanya dia langsung percaya kalau si penculik ada
di pihak yang benar dan bersedia menginap di rumahnya, serta melupakan adiknya.
Hydra baru teringat adiknya pada malam harinya. Hydra juga kurang memanfaatkan
peluang. Ketika suara-suara di Vainsalle menyuruhnya untuk menyatuka kedua Kalung
Convoera, kenapa tidak langsung ia lakukan? Bukankah itu tujuan dari pencarian
kedua pemilik kalung ini? TokohAh, tapi aku mengerti. Kalau tidak begitu,
cerita The Révèter tidak akan seseru ini! ^_^
Aku suka Oxy. Kasihan dia sering
ditinggal sendirian. Aku tak mengerti kenapa Oxy tidak diajak saja ke rumah si
peculik Hydra sejak awal. Dia kan adik Hydra sendiri, Hydra tidak merahasiakan identitasnya
sebagai Révèter kepada Oxy. Toh, pada akhirnya, mereka tidak merahasiakan hal
terburuk di dunia mimpi yang terjadi pada Hydra.
Endingnya mengejutkan (tapi aku
sudah menebak-nebak sih *ngeles) dan memuaskan. Aku salut dengan pengorbanan
Ayah Radon. Oh iya, masalah hubungan Leony dan Radon, belum dijelaskan kenapa
Leony begitu percaya dirinya menganggap Radon sebagai pacarnya. Mungkin waktu
itu Leony merasa diberi harapan ketika Radon menemukannya. Duh, Radon jangan
jadi PHP gitu dong... XD
Aku kasih 4,5 bintang karena buku
ini sangat minim typo, aku hanya menemui satu salah ketik, yaitu di halaman
210.
“Happiness can be found, even in the darkest of times, if one only remembers
to turn on the light.” ― Steve Kloves
“When you have lost hope, you have lost everything. And when you think
all is lost, when all is dire and bleak, there is always hope.” ― Pittacus
Lore
Teruslah bermimpi,
tumbuhkan harapan dalam hati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar