Tahun 2014 sudah berakhir dan
di tempat baru inilah, perjuanganku dimulai kembali. Doakan aku, Ibu!
Tak terasa kita telah berada di awal tahun 2015. Jika menengok kembali ke belakang, ada banyak momen suka
maupun duka selama tahun 2014 ini. Banyak hal indah dan buruk yang telah kulalui bersama keluarga dan teman-teman.
Awal tahun 2014 adalah saat aku memasuki
semester akhir di kelas XII. Itu artinya, Ujian Nasional sudah dekat, tetapi aku
masih ingin mengikuti lomba karena sebelumnya belum ada lomba yang berhasil aku
menangkan. Jadi, aku ikut Kuis KiHajar yang diselenggarakan oleh Pustekkom.
Mekanismenya adalah aku menjawab soal-soal setiap hari melalui internet. Aku
sempat frustasi karena belum bisa menjadi peserta terbaik di tingkat provinsi (hanya
peserta peringkat satu yang berhak maju ke babak selanjutnya). Aku bersyukur karena
ada ibuku yang selalu mendukung dan menyemangatiku. Tanpa disangka, lima belas
peserta terbaik dari tiap provinsi ternyata berhak untuk lanjut ke babak
selanjutnya. Aku senang karena aku peringkat enam waktu itu. Akhirnya, aku
meluncur ke Semarang bersama ayah dan ibu untuk mengikuti lomba tersebut. Demi
orang tuaku yang sudah bersusah payah sehingga aku bisa ke Semarang, aku
mengerjakan semua soal dengan sebaik mungkin. Saatnya pengumuman, aku berhasil
menjadi Juara II. Akhirnya aku bisa membuat orang tuaku tersenyum bangga.
Ujian
Nasional semakin dekat, para murid semakin rajin belajar, khawatir tidak bisa
mengerjakan soal-soal UN. Tentunya belajar saja belum cukup, berdoa kepada
Tuhan akan memudahkan jalan kita menuju tujuan yang ingin dicapai. Beberapa
hari sebelum UN, aku kaget karena ternyata mulai beredar tawaran kunci jawaban.
Para murid yang berminat diharuskan membayar sebesar Rp50.000,00 dan membawa smartphone-nya ketika UN berlangsung.
Ah, aku ditawari untuk membelinya. Aku berpikir apakah pantas seorang murid SMA
masih bertindak curang dalam ujian. Ini juga tentang kepercayaandiri, apakah
aku percaya aku mampu menaklukkan soal-soal UN? Ya, aku harus yakin! Aku sudah
belajar selama tiga tahun di SMA dan berdoa dengan tulus, tidak seharusnya
diakhiri dengan tindakan curang. Aku mencoba ikhlas. Biarlah mereka dengan
kunci jawaban mereka sedangkan aku mengandalkan hasil belajarku dan, insya
Allah, bantuan dari Allah. Alhmdulillah, meskipun tidak menggunakan kunci
jawaban, nilai ujianku lebih besar dari mereka. Hari itu, ibu tersenyum bangga
melihat anaknya dipanggil ke atas podium sebagai peraih nilai UN tertinggi di
sekolah.
Pencapaian terbesarku di tahun ini adalah
diterima di salah satu universitas terbaik di Indonesia, Universitas
Diponegoro. Ya, saat ini aku sedang menjalani masa kuliah sebagai Mahasiswa
Jurusan Informatika 2014. Ah, aku tidak pernah menyangka, aku yang berasal dari
desa ini mampu bersaing di Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Aku
lebih bersyukur lagi karena statusku sebagai penerima Beasiswa Bidikmisi.
Alhamdulillah. Terima kasih, Ayah. Terima kasih, Ibu. Berkat restu mereka, tahun 2014 menjadi tahun yang penuh rahmat dan berkah. Tak akan kusia-siakan segala
pengorbanan mereka. Mulai dari universitas ini, aku berjuang untuk menggapai
cita-citaku, untuk membahagiakan orang tuaku. Tak akan kubiarkan mereka
bersedih. Senyum mereka adalah kebahagiaanku karena aku melihat surga dalam
senyum ayah dan ibu.
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S. Ar-Rahman: 13)
Wah, selamat yaaa atas kelulusan UN-nya dan selamat jadi mahasiswa UNDIP! :)
BalasHapusTerima kasih. Benar-benar butuh perjuangan untuk masuk UNDIP. Alhamdulillah, setelah sudah masuk pun, perjuanganku belum selesai.. :')
BalasHapus